Sepekan yang lalu kita digemparkan oleh berita yang berasal dari kalangan pelajar. Berita tersebut bukan tentang pelajar yang berprestasi pada olimpiade sains nasional ataupun pada kejuaraan olahraga, melainkan tentang seorang siswa SMA yang dibunuh oleh sesama siswa SMA. Alawy Yusianto Putra siswa SMA 6 menjadi korban pembunuhan oleh Fitra Ramadhani siswa SMA 70 yang juga pernah menghilangkan nyawa orang lain dalam tawuran yang berbeda. Selain itu, Fitra juga positif menggunakan obat-obatan terlarang dan pernah tinggal kelas sebanyak dua kali.
Perkelahian antara siswa SMAN 6 dan SMAN 70 terjadi di kawasan Bulungan, Jakarta Selatan. Tawuran antar pelajar SMA tersebut menyebabkan Alawy tewas akibat luka sabetan dengan benda tajam di dada nya. Sebenarnya Alawy tidak terlibat dalam tawuran tersebut. Pada hari itu, ia bersama teman-temannya sedang berada di lokasi kejadian dan hendak menyelamatkan diri, namun sayangnya Alawy terjatuh dan dadanya langsung ditebas dengan benda tajam.
Tawuran yang melibatkan dua SMAN elit di Jakarta ini memang sering terjadi. Ini bukan kali pertama dua sekolah tersebut terlibat tawuran antar pelajar. Sangat disayangkan, dua sekolah yang merupakan sekolah elit dan sekolah unggulan di ibukota malah mencontohkan perilaku yang tidak baik untuk pelajar SMA yang lain.
Sebenarnya tawuran yang terjadi di kalangan pelajar diawali dengan adanya kasus bullying. Bullying sendiri sudah menjadi budaya di SMAN 70 karena dilakukan dari generasi ke generasi berikutnya. Kasus bullying yang dilakukan oleh para senior memaksa para adik kelasnya untuk ikut bergabung dalam tawuran. Selaras dengan bullying, tawuran juga sudah berulang kali dilakukan namun lagi-lagi pihak sekolah menutup mata atas apa yang terjadi di kalangan siswanya.
Dilihat dari pelaku pembunuhan yang sudah pernah menghilangkan nyawa orang lain, seharusnya dari kejadian itu pihak sekolah sudah memberikan hukuman yang berat bagi siswa tersebut seperti dikeluarkan dari sekolah. Pelaku juga tinggal kelas sebanyak dua kali dan positif menggunakan obat-obatan terlarang. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan besar kepada pihak sekolah mengapa siswa semacam ini masih dibiarkan bersekolah di sekolah yang termasuk sekolah unggulan. Seharusnya pihak sekolah memberikan pengawasan yang ketat serta tidak segan-segan untuk memberikan sanksi berat sehingga kasus seperti ini bisa diminimalisir.